Kondisi Sosial Budaya pada Masa Kabinet Natsir
Kondisi Sosial Budaya pada
masa Kabinet Natsir muncul beberapa masalah keamanan dalam
negeri yaitu terjadi pemberontakan hampir di seluruh wilayah Indonesia, seperti
Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA, Gerakan RMS. Pada masa
kabinet Natsir Indonesia juga diterima sebagai anggota PBB yang
ke-60 pada tanggal 28 September 1950. Ini tentu menjadikan Indonesia
lebih diperhatikan dalam kancah politik internasional. Kabinet Natsit memiliki keberhasilan dalam
upaya perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya mengenai
masalah Irian Barat walaupun hasilnya masih nihil.
Kabinet Natsir sebenarnya ingin menumbuhkan
kelas pengusaha dikalangan bangsa Indonesia dengan memberi modal kepada para
pengusaha agar bisa berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional. Namun tujuan
program ini sendiri tidak dapat tercapai dengan baik meskipun anggaran yang
digelontorkan pemerintah cukup besar. Kegagalan program ini disebabkan karena :
- · Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha non pribumi dalam kerangka sistem ekonomi liberal.
- · Para pengusaha pribumi memiliki mentalitas yang cenderung konsumtif.
- · Para pengusaha pribumi sangat tergantung pada pemerintah.
- · Para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya.
- · Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara hidup mewah.
- · Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara cepat dari kredit yang mereka peroleh.
Berakhirnya Kabinet Natsir karena
adanya mosi tidak percaya dari PNI menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah
mengenai DPRD dan DPRDS. PNI menganggap peraturan pemerintah No. 39 th 1950
mengenai DPRD terlalu menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut disetujui parlemen
sehingga Natsir harus mengembalikan mandatnya kepada Presiden.
0 komentar:
Posting Komentar